Perhutani KPH Bondowoso Ekspose Permasalahan Kawasan Hutan Desa Alastengah di Kejari Situbondo

Bondowoso, Ulas.co.id – Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bondowoso menggelar kegiatan ekspose permohonan Legal Assistance (pendampingan hukum) di Smart Room Kejaksaan Negeri Situbondo, Rabu (05/11/2025).
Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari upaya penyelesaian permasalahan hukum terkait kawasan hutan negara di Desa Alastengah, Kecamatan Sumbermalang, Kabupaten Situbondo, yang telah berlangsung selama beberapa tahun terakhir.
Ekspose dibuka oleh Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejaksaan Negeri Situbondo, Alfiyah Yustiningrum, S.H., M.H., serta dihadiri oleh PLH Kepala Kejaksaan Negeri Situbondo / Kepala Seksi Intelijen, Huda Hazamal, S.H., M.H., Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus, Dony Suryahadi Kusuma, S.H., M.H., Kepala Sub Seksi Penyidikan dan Pengendalian Operasi, Sigit Gianluca Primanda, S.H., dan jajaran Perhutani KPH Bondowoso yang dipimpin Administratur Misbakhul Munir, S.Hut., didampingi Kepala Seksi Perencanaan dan Pengembangan Bisnis, Octavano Scorpia Verdianto, S.H., M.H., serta Asisten Perhutani (Asper) Besuki, Didik Fajar Setiawan.
Dalam paparannya, Administratur KPH Bondowoso Misbakhul Munir menjelaskan bahwa permasalahan utama yang dihadapi adalah penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) di dalam kawasan hutan negara.
“Berdasarkan hasil penelusuran bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN), persoalan tersebut telah memperoleh penyelesaian administratif melalui Keputusan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Timur Nomor 11/Pbt/BPN.35/III/2023 tanggal 31 Maret 2023 yang membatalkan 57 SHM, serta Surat Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Situbondo Nomor 522/P.300.7/35.12/VI/2023 tanggal 5 Juni 2023 yang memuat daftar 148 SHM yang dilepaskan secara sukarela oleh masyarakat. Dengan demikian, total 88,46 hektar lahan telah dikembalikan kepada negara melalui Perhutani,” ujarnya.
Misbakhul Munir juga menyampaikan bahwa hingga kini pengelolaan hutan di lokasi tersebut belum dapat berjalan optimal, meskipun Perhutani masih dibebani kewajiban pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Padahal kawasan tersebut memiliki potensi hasil hutan, terutama dari komoditas agroforestry, yang dapat menjadi sumber Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) bagi negara.
Menanggapi hal tersebut, PLH Kepala Kejari Situbondo, Huda Hazamal, S.H., M.H., memberikan arahan agar Perhutani melakukan inventarisasi menyeluruh terhadap 205 SHM seluas 88,46 hektar yang saat ini masih menjadi objek penyidikan oleh Seksi Tindak Pidana Khusus (Pidsus).
“Langkah ini penting untuk memastikan kejelasan status hukum setiap bidang tanah sekaligus menghindari tumpang tindih kewenangan antarinstansi,” terangnya.
Sementara itu, Kasi Datun Alfiyah Yustiningrum menegaskan bahwa pendampingan hukum hanya dapat dilakukan terhadap bidang tanah yang tidak termasuk dalam objek penyidikan, guna menghindari conflict of interest. Ia juga meminta Perhutani melengkapi dokumen pendukung, seperti kronologis penguasaan kawasan hutan, arsip asli berbahasa Belanda beserta terjemahannya, serta rekapitulasi data bidang tanah di luar 205 SHM dari total 460 bidang yang ada di kawasan tersebut.
Dari hasil diskusi, Kasi Pidsus Dony Suryahadi Kusuma mengusulkan solusi preventif berupa pemblokiran SHM yang telah dibatalkan maupun yang dilepaskan secara sukarela di Kantor Pertanahan Kabupaten Situbondo, dengan tembusan kepada Kepala Desa Alastengah untuk disampaikan kepada masyarakat.
“Langkah ini diharapkan dapat mencegah munculnya kembali klaim kepemilikan atas tanah negara di kawasan hutan, namun pelaksanaannya tetap memerlukan persetujuan resmi dari Kepala Kejaksaan Negeri Situbondo,” ujarnya.
Selain membahas status hukum tanah, ekspose ini juga menyoroti pembayaran PBB oleh Perhutani yang selama ini dilakukan secara global terhadap seluruh kawasan hutan produksi. Disepakati perlunya perhitungan ulang khusus untuk lahan di lereng timur laut Desa Alastengah agar terdapat kejelasan terkait beban pajak yang telah dibayarkan.
Dari sisi lapangan, Perhutani melaporkan bahwa masih terdapat oknum masyarakat dan aparatur desa yang memungut iuran pajak atas tanah di kawasan hutan, meskipun secara hukum lahan tersebut telah kembali menjadi milik negara.
Karena itu, sinergi antara Perhutani, Kejaksaan, BPN, dan Pemerintah Desa dinilai sangat penting untuk memastikan tertib administrasi dan kepastian hukum pengelolaan lahan.
Kegiatan ekspose ditutup dengan sejumlah kesepakatan bersama, antara lain:
1. Perhutani KPH Bondowoso akan mengajukan permohonan baru pendampingan hukum untuk bidang tanah di luar objek penyidikan guna memperkuat aspek legalitas dan mencegah konflik kepentingan.
2. Inventarisasi rinci terhadap 205 SHM seluas 88,46 hektar akan dilakukan dan didokumentasikan secara sistematis.
3. Hasil ekspose akan dilaporkan kepada pimpinan Kejaksaan Negeri Situbondo untuk mendapatkan arahan lanjutan.
Melalui kegiatan ini, diharapkan sinergi antara Perum Perhutani KPH Bondowoso dan Kejaksaan Negeri Situbondo dapat mempercepat penyelesaian permasalahan hukum di kawasan hutan negara, memperkuat kepastian hukum aset negara, serta mendukung optimalisasi pengelolaan hasil hutan yang berkelanjutan demi kemakmuran rakyat. (Yus)

