Kajari Bondowoso Tegaskan Hukum Bukan Alat Menakut-nakuti: LO PDAM Bukan Vonis, Pendampingan Desa Jadi Prioritas

 

 

 

 

 

 

Kajari Bondowoso bersama ketua DPRD serta ketua PKD Bondowoso saat disela sela lomba domino Bondowoso Open Cup (foto dok: Yusi Ulas.co.id)Bondowoso, Ulas.co.id – Di tengah riuhnya polemik seputar pengangkatan Kepala PDAM Bondowoso, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bondowoso, Dzakiyul Fikri, tampil tegas namun menyejukkan. Ia menekankan bahwa Legal Opinion (LO) yang diterbitkan Kejari bukanlah vonis yang harus ditaati, melainkan panduan hukum yang bersifat opsional sebuah penegasan penting di tengah bias publik antara rekomendasi dan keputusan pengadilan.

“LO ini bukan putusan pengadilan. Ia hanya bahan pertimbangan. Pemerintah daerah bisa gunakan, bisa juga tidak. Tapi setidaknya, ke depan, tak ada lagi kebingungan dalam penerbitan SK,” ujar Fikri, Rabu (10/9/2025).

Kajari juga tengah mengkaji SK pengangkatan Kepala PDAM tahun 2023 yang secara administratif mencantumkan proses seleksi, padahal faktanya seleksi itu tidak pernah dilakukan. Demi akurasi hukum dan keadilan prosedural, Kejari akan berkonsultasi dengan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur sebelum LO resmi diterbitkan.

Fikri: “Kami Tidak Mengeksekusi, Kami Mendampingi”

Namun di luar urusan PDAM, ada visi besar yang disuarakan Kajari Fikri: pencegahan dan edukasi lebih utama dari penindakan. Ia memilih pendekatan persuasif ketimbang represif, terutama dalam persoalan yang melibatkan desa, lahan, dan aset negara.

“Kalau semua langsung dieksekusi tanpa solusi, negara ini kehilangan empati. Kami ingin desa belajar, bukan takut,” tegasnya.

Melalui aplikasi Jaga Desa, Bondowoso mencatatkan diri sebagai salah satu daerah dengan progres pelaporan tercepat di Jawa Timur. Tapi di balik data itu, masih ada dua kenyataan di lapangan: perangkat desa yang tahu aturan tapi tetap melanggar, dan yang tidak tahu aturan sama sekali.

“Yang tidak tahu aturan, itulah yang kami damping. Kalau tidak, kesalahan akan terus berulang, dan jadi celah tekanan dari luar, terutama LSM,” ujar Fikri. “Kami ingin ruang itu disterilkan. Desa harus nyaman dalam mengelola anggaran.”

Fikri juga menyadari, hukum tak bisa ditegakkan hanya lewat rapat dan surat. Dalam rangka Hari Jadi Bondowoso dan HUT Kejaksaan RI, Kejari menggelar lomba domino bersama perangkat desa sebuah cara membangun kedekatan tanpa seragam dan tanpa podium.

“Kami sudah sering bertemu di forum resmi. Kali ini, kami ingin komunikasi yang cair. Supaya koordinasi tidak hanya efektif, tapi juga hangat,” pungkasnya.

Arah Baru Penegakan Hukum: Humanis, Edukatif, dan Progresif

Dalam narasi besar penegakan hukum di daerah, apa yang dilakukan Kajari Bondowoso mungkin bukan headline nasional hari ini. Tapi pendekatan yang membumi, humanis, dan tidak represif seperti inilah yang menjadi fondasi reformasi birokrasi ke depan, di mana hukum bukan untuk menekan, melainkan untuk memerdekakan yang belum paham dan menertibkan yang menyimpang.

Bondowoso tidak hanya membenahi aturan, tapi juga membangun kepercayaan. Dan di balik setiap LO, ada ajakan untuk belajar, bukan hanya tunduk. (Yus)

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *